Rinai pada Bumi

Cerpen NiaRosniza

Andaikan kau tahu kepergianmu seperti belati menyayat di dadaku, hingga membekas sampai kini, rinduku padamu hanya tinggal seperti api, padam lalu hilang. Aku tak bisa lagi berjaga melihat senyuman itu lagi, sekarang kau tinggalkan jejakmu di dermaga yang penuh kebisuan. Setiap malam tak ku dengar lagi suaramu, bagiku sekarang kau seperti dermaga tanpa sampan.

“Aku ingin membuat sebuah pengakuan”menengadah pada bulan

“Jika kau kembali, lalu memberiku setangkai mawar, akanku kutuk mawar itu menjadi ular, seperti pintamu kau ingin mati di depan mataku bukan?”

Seperti sebelumnya, kau berbisik di telingaku bahwa kau akan menjadikanku perempuan terbahagia bak Ratu di sebuah kerajaan. Lalu menjemputku dengan kereta kencana seperti dongeng katamu, dan jika aku dalam bahaya kau akan siap mati di depanku.

Terkadang ada saat semua terasa sulit, dunia terasa sesak, rindu yang tak tersampaikan. Kemana lagi aku harus menepi, tanpa kau aku tidak akan menjadi aku ,seakan – akan aku tak sanggup untuk berdamai dengan diriku sendiri.

“Aku belum bisa terima akan tiadanya dirimu, terlalu cepat. Kau terlalu muda, jika kau tidak memaksakan diri menjemputku, mungkin kau masih duduk berdua disini, di jendela penuh saksi bersamaku” bernafas dalam isak tangis, berbendung dalam suara.

Bugenvil  ya..bunga terakhir yang kau tanam di teras rumahmu, kau tersenyum padaku, dan kau berkata “Kau tahu bunga ini akan hidup lebih lama dan berbunga lebat pada musimnya,nanti jika bunga ini sudah besar kita akan duduk berdua di bawahnya dengan sepoian angin, lalu bunga itu akan gugur menghujani kita. Sekarang baru ku tahu kau suka Bugenvil  bukan mawar seperti kesukaanku”

“Ibu...bisakah namaku di ganti saja”menatap sedu wajah ibu

“Apa maksudmu di ganti, bukankah namamu sudah indah”

“Tidak ibu, aku pikir namaku adalah sebuah masalah dari masalah yang aku rasakan saat ini”

“Maksudmu SIAL”

“Ya.. bu, bisa dikatakan begitu”

Terduduk dengan tatapan menyiratkan arti “Kau percaya itu?”

“Ya aku percaya, buktinya dulu kita kehilangan Ayah, seandainya aku tidak memaksakan diri untuk ikut ayah bekerja, mungkin tragedi itu tidak terjadi”

“Sudahlah itu sudah takdirnya” sembari membuang nafas

“Aku membencinya bu..., sekarang aku kehilangan seseorang yang aku sayangi oleh takdir itu juga bu”

“Kau tidak boleh membenci takdir, karena setiap apa yang kita lalui pasti berimbas pada takdir”

“Kenapa harus ada takdir bu?”

“Itu yang di namakan kehidupan”

“Kalau begitu aku mati saja, biar takdir berhenti pada kehidupanku”

“Apa maksudmu mati, apa kau sudah gila”

“Bukankah Ibu bilang padaku, hidup pada dasarnya akan mati”

“Ya kau benar anakku, tapi satu hal yang harus kau tahu kematian itu juga takdir. Tuhan yang menentukan”

“Ini tidak adil bu...jika takdir kematian belum berpihak kepadaku, apakah aku harus merasakan hal yang sama jika Ibu mendahului takdirku”

“Tuhan Maha Adil anakku, sudahlah kau hanya merasa keliru saat ini, pergilah beristirahat, pejamkan matamu dan lupakan dukamu”

Berdiam nafas ku iringi malam penuh sepi, dingin dan menggigil. Kelopak mataku seakan-akan meronta untuk memejamkan, namun batinku menolak. Angin laut pun terus mengintaiku, terasa malam lebih panjang dan menakutkan.

                                                         ***  

Tatkala hati yang gugur, langit cerah juga ikut mendung. “Duka ini begitu sesak dan sakit, bayanganmu seperti menari-nari di depan mataku. Senyumanmu, suaramu, dan tawamu tergiyang-ngiyang di telingaku. Rambut ikal hitam, keringatmu aku rindu mengusapnya. Tangan yang begitu kasar katamu karena kerja kerasmu membuatku semakin mengenggam tanganmu, begitupula dengan bahumu begitu nyaman untukku. Aku sangat merindukanmu” menangis dengan jerit batin

“Ada surat untukmu..”

“Dari siapa bu?”

“Ibunya Bumi”

Darahku mendesir kencang mendengar nama itu ”kenapa Ibunya Bumi tidak langsung memberikannya padaku bu?, mungkinkah ia marah padaku?, atau mungkin  membenciku? dengan mata yang berkaca-kaca

“Tidak anakku, tadi ibu lihat kau tertidur sangat pulas. dan sengaja ibu tidak membangunkanmu. Bacalah nak, mana tau ada pesan penting dalam surat ini”

“Ya bu..aku akan membacanya”

Rinai..kekasihku

Aku suka nama itu, nama penuh harapan di setiap orang-orang yang penuh harap

Aku selalu sebut namamu di setiap malamku dengan penuh harapan, berharap kau tidak akan mimpi buruk lagi

Rinai....kau harus tahu namamu adalah tetes hujan yang selalu ku rindukan di saat aku bersedih. Karena di setiap tetes mataku selalu kau seka dengan rintik-rintik  rinaimu

Sengaja aku buat surat ini untukmu sebelum malaikat mencabut nyawaku. ini tentang kesepakatan tuhan dan malaikat, bila masaku tak ada lagi di bumi. Aku ingin kau tidak bersedih dengan kepergianku.

Rinai...jika aku pergi nanti maukah kau merawat bugenvil yang ku tanam itu? Bunga itu sengaja aku tanam untukmu, aku pikir kau lebih menyukai bugenvil dari pada mawar. Apa kau ingat waktu kecil dulu kau dan aku duduk di bawah Bugenvil rindang dengan bunganya yang lebat? Pada saat itu angin sangat kencang sehingga bunga itu ikut turun menghujani kita, aku melihat senyummu merekah dan bahagia  sekali saat bunga itu turun, berbeda dengan mawar yang ku kasih kau hanya tersenyum dan menyimpan bunga itu. Itu sebabnya aku menanam Bugenvil berharap suatu saat nanti kita duduk berdua kembali di bawah Bugenvil yang rindang itu dan melihat kebahagiaanmu yang sesungguhnya.

Rinai...tetaplah jadi dirimu seperti rinai pada bumi yang menjadikan harapan bagi orang-orang yang mencintaimu.

Rinai...kau tahu ada dan tiadanya aku namamu selalu mengalir dalam nadiku. Nadi pada bumi yang penuh harap untuk selalu merindukanmu”

“Oh..Tuhan takdir ini begitu sukar, Bumi seperti nafas bagiku, tempat aku meluapkan kesedihanku, hanya Bumi yang bisa menyelesaikannya.”

Mampukah aku melalui tahun-tahun tanpamu Bumi, seakan kau hanya sebuah cerita yang datang pada kehidupanku, cinta tanpa di takdirkan. Dulu kita berdua punya mimpi suatu saat nanti jika kita menikah, kita akan berbulan madu di tempat yang indah. Di bawah langit-langit transparan dengan bintang-bintang menjadi saksi bisu cinta kita. Semua itu tinggal bayangan, sesekali menjadi khayalanku jika aku merindukanmu.

Bumi seandainya alam gaib bisa ku sentuh, aku ingin kesana hanya sekedar memelukmu lalu pergi. Terimakasih telah jadikanku musim yang penuh cinta,musim yang penuh harapan, mimpimu akan ku wujudkan saat kemarau datang. Bugenvil yang kau tanam untukku akan menghujaniku dengan keabadian cintamu.[]

                                                                                                       Balaisatuseptember2020                                                                                               

        

Komentar